Aku ingin tulisan ini jadi yang paling sempurna di antara 30 tulisan lainnya.
Mereka terpaut jarak usia yang cukup jauh. Kami pun tidak pernah tau bagaimana kisah kasih mereka. Apakah manis atau mungkin tidak sama sekali. Entahlah.
Mereka tak pernah cerita.
Aku menggambarkan keluargaku sebagai tipikal keluarga yang cukup tertutup, khususnya tentang perasaan. Kami jarang mengekspresikan cinta. Mungkin karena tidak dibiasakan sehingga jadi terbiasa untuk bersikap biasa-biasa saja. We are not a verbal person nor an expresive one to show how we love each other. Bahasa cinta kami mungkin hanya lewat doa, bersikap yang baik, dan menjaga diri. Sejauh ini, itu yang aku lakukan.
Ada sebuah memori malam tahun baru, saat itu Pamanku mengatakan bahwa bukan komitmen yang membuat pasangan saling bertahan dalam pernikahan. Bahkan cinta pun tidak. Kerelaan salah seorang atau bahkan kedua pihak untuk mau berkompromi, seumur hidup, cukup untuk bisa menjalani hidup bersama sampai akhir. Pernyataan Paman tercermin pada bahtera orang tuaku.
Bisa dibilang perjalanan kami tidaklah mulus. Kerap kali kami berjalan terseok-seok. Tapi aku bersyukur sudah sedikit mengetahui alasan kami sampai di hari ini. Begini saja aku sudah bahagia.
Beberapa bulan lalu, melalui bimbingan sebuah komunitas spiritualitas, aku baru menyadari seberapa besar cinta Bapak dan Mama untuk kami. Selama sebulan aku diajak untuk melihat ke belakang, melihat sejarah hidupku. Melihat momen-momen aku dicintai dan bahkan bertemu kembali dengan pengalaman luka.
Aku seperti diberi pengertian baru, bahwa pada masa kecilku yang sangat sederhana aku menerima cinta yang sempurna dari Bapak dan Mama. Cara mereka memang tidak sempurna. Tidak semua keinginan masa kecil kami terpenuhi, walaupun begitu kami memiliki masa kecil yang ceria. Ketika kami nakal, hukuman juga kami rasakan, tapi aku sadar tidak ada rasa "benci" di sana.
So, I am grateful that they are my parents. They love us perfectly within their imperfection.
#30DaysWritingChallenge #Day5
Clue : Your Parent
Mereka terpaut jarak usia yang cukup jauh. Kami pun tidak pernah tau bagaimana kisah kasih mereka. Apakah manis atau mungkin tidak sama sekali. Entahlah.
Mereka tak pernah cerita.
Aku menggambarkan keluargaku sebagai tipikal keluarga yang cukup tertutup, khususnya tentang perasaan. Kami jarang mengekspresikan cinta. Mungkin karena tidak dibiasakan sehingga jadi terbiasa untuk bersikap biasa-biasa saja. We are not a verbal person nor an expresive one to show how we love each other. Bahasa cinta kami mungkin hanya lewat doa, bersikap yang baik, dan menjaga diri. Sejauh ini, itu yang aku lakukan.
Ada sebuah memori malam tahun baru, saat itu Pamanku mengatakan bahwa bukan komitmen yang membuat pasangan saling bertahan dalam pernikahan. Bahkan cinta pun tidak. Kerelaan salah seorang atau bahkan kedua pihak untuk mau berkompromi, seumur hidup, cukup untuk bisa menjalani hidup bersama sampai akhir. Pernyataan Paman tercermin pada bahtera orang tuaku.
Bisa dibilang perjalanan kami tidaklah mulus. Kerap kali kami berjalan terseok-seok. Tapi aku bersyukur sudah sedikit mengetahui alasan kami sampai di hari ini. Begini saja aku sudah bahagia.
Beberapa bulan lalu, melalui bimbingan sebuah komunitas spiritualitas, aku baru menyadari seberapa besar cinta Bapak dan Mama untuk kami. Selama sebulan aku diajak untuk melihat ke belakang, melihat sejarah hidupku. Melihat momen-momen aku dicintai dan bahkan bertemu kembali dengan pengalaman luka.
Aku seperti diberi pengertian baru, bahwa pada masa kecilku yang sangat sederhana aku menerima cinta yang sempurna dari Bapak dan Mama. Cara mereka memang tidak sempurna. Tidak semua keinginan masa kecil kami terpenuhi, walaupun begitu kami memiliki masa kecil yang ceria. Ketika kami nakal, hukuman juga kami rasakan, tapi aku sadar tidak ada rasa "benci" di sana.
So, I am grateful that they are my parents. They love us perfectly within their imperfection.
#30DaysWritingChallenge #Day5
Clue : Your Parent
Komentar
Posting Komentar