By the way, di sini saya cuma mau sharing dari artikel yang pernah saya baca di sebuah tabloid. Nggak ada maksud buat mengkotak-kotakkan. Berbagi pengetahuan aja ke sesama yang Katolik supaya bisa lebih teguh imannya.
Semoga bermanfaat.
Kalau kita membicarakan tentang perbedaan antara teologi
Katolik dan teologi Kristen non-Katolik, maka sebenarnya perlu didefinisikan
denominasi Kristen yang mana. Tulisan ini hanya dapat memberikan gambaran umum
dan memberikan prinsip-prinsip umum. Tanpa mengurangi rasa hormat kepada
saudara/i kita yang Kristen non-Katolik, berikut ini dipaparkan beberapa
perbedaan yang memang nyata:
Tiga Pilar vs Sola
Scriptura
Gereja Katolik berpegang kepada tiga pilar kebenaran: Kitab
Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja, sedangkan gereja-gereja Kristen
non-Katolik berpegang kepada Kitab Suci sebagai satu-satunya sumber kebenaran (Sola Scriptura). Gereja Katolik tidak
menolak bahwa Kitab Suci adalah pilar kebenaran, namun Gereja Katolik tidak
menganggap bahwa satu-satunya pilar
kebenaran hanyalah Kitab Suci. Penolakan ini disebabkan karena: pertama, Kitab Suci sendiri tidak pernah
mengatakan demikian; bahkan menekankan pentingnya pengajaran para rasul yang
disampaikan secara lisan maupun tertulis (lih. 2 Tes 2:15) dan otoritas
kepemimpinan dalam Gereja (lih. Mat 16:18-19); 18:18; kedua, Gereja lahir terlebih dahulu sebelum Kitab Suci; ketiga, dengan inspirasi Roh Kudus,
Gereja-lah yang menentukan kitab-kitab mana yang masuk dalam Kitab Suci; keempat, Sola Scriptura tanpa ada
otoritas yang menentukan interpretasi yang benar, terbukti menghasilkan
perpecahan gereja.
Konsep Tentang Otoritas
Gereja Katolik percaya bahwa Kristus memberikan otoritas
kepada Rasul Petrus (lih. Mat 16:16-19) dan penerusnya, yaitu para Paus, sebab
Ia menghendaki agar Gereja bertahan sampai akhir zaman (lih. Mat 28:19-20); dan
juga otoritas diberikan kepada para rasul lainnya – yang diteruskan oleh para
uskup (lih. Mat 18:18; Yoh 20:21-23). Mereka inilah yang disebut Magisterium
Gereja. Dan fungsi pengajaran ini ditegaskan dalam Luk 10:16 “Barangsiapa mendengarkan kamu, ia
mendengarkan Aku; dan barangsiapa menolak kamu, ia menolak Aku; dan barangsiapa
menolak Aku, ia menolak Dia yang menhutus Aku.” Karena Kristus sendiri yang
memberikan otoritas kepada para Paus dan para uskup, maka umat Katolik dengan
kerendahan hati mengikuti apa yang diperintahkan Kristus dan memberikan diri
untuk mentaati pengajaran yang diberikan oleh Magisterum Gerja – yang bersumber
pada Kitab Suci dan Tradisi Suci. Dengan otoritas ini, maka Gereja Katolik
dapat melewati sejarah selama 2000 tahun dengan tetap mengajarkan pengajaran
iman yang sama dari satu generasi ke generasi yang lain.
Sebaliknya, gereja-gereja non-Katolik menganggap bahwa semua
umat beriman mempunyai otoritas dan bertanggungjawab secara langsung kepada
Kristus dan tidak perlu mencari pengajaran dari siapapun.
Konsep Eklesiologi
Satu hal mencolok yang memang berbeda antara Gereja Katolik
dan gereja-gereja non-Katolik adalah pemahaman konsep Gereja atau eklesiologi.
Bagi Gereja Katolik, Kristus mendirikan satu Gereja, yaitu Gereja Katolik (lih.
Mat 16:16-19). Gereja Katolik inilah yang menjadi Tubuh Mistik Kristus (Ef 1:23; Ef 5), yang mempunyai empat tanda – satu, kudus, katolik dan apostolik
serta menjadi sakramen keselamatan bagi seluruh bangsa. Gereja juga harus
dimengerti sebagai cara (means) dan
tujuan (end). Dengan kata lain,
Gereja adalah pemberian Allah, tanda kasih Allah kepada umat Allah yang harus
diterima, dijaga sekaligus menjadi tujuan, karena didirikan oleh Kristus,
dijiwai oleh Roh Kudus dan mengantar umat manusia kepada keselamatan. Sedangkan
bagi gereja-gereja non-Katolik, gereja dipandang hanya sebagai persatuan umat
beriman yang percaya kepada Kristus, walaupun antargereja mempunyai pengajaran
yang berbeda-beda.
Sakramen dan liturgi
Gereja Katolik mengenal adanya tujuh sakramen, Sakramen
Pembabtisan, Sakramen Ekaristi, Sakramen Penguatan, Sakramen Tobat, Sakramen
Perminyakan Suci (Pengurapan orang sakit), Sakramen Imamat dan Sakramen
Perkawinan. Ke-tujuh sakramen ini diinstitusikan sendiri oleh Kristus sebagai
cara-cara yang umum untuk menyalurkan rahmat-Nya kepada umat Allah.
Sedangkan gereja-gereja Kristen non-Katolik seperti Lutheran
hanya mengenal Sakramen Baptis dan Ekaristi (yang disebut Perjamuan Kudus),
kadang termasuk juga Sakramen Tobat. Bahkan sakramen-sakramen inipun mempunyai
aji berbeda dengan apa yang dipercayai oleh Gereja Katolik. Mereka tidak
mempercayai bahwa baptisan adalah cara yang dipakai oleh Kristus untuk
menyelamatkan manusia. Perjamuan Kudus juga hanya dianggap sebagai simbol,
sedangkan Gereja Katolik mempercayai bahwa Kristus hadir secara Nyata (Tubuh,
Darah, Jiwa dan ke-Allahan) dalam rupa roti dan anggur.
Konsep Keselamatan
Bagi umat Katolik, keselamatan merupakan Anugrah Allah dan
hal ini juga dipercayai oleh gereja-gereja non-Katolik. Namun, selain rahmat
Allah, Kitab Suci juga mencatat hal-hal lain, seperti: pentingnya iman untuk
keselamatan (lih. Ef 2:8), baptisan yang menjadi syarat keselamatan (lih. Yoh
3:5), orang akan diadili menurut perbuatannya (Mat 16:27; 1Pet 1:17). Dengan demikian,
Gereja Katolik tidak mempercayai iman saja (sol
fide) dalam keselamatan seperti yang dipercayai oleh gereja-gereja
non-Katolik, karena Kitab Suci secara keseluruhan memang tidak pernah
mengatakan bahwa hanya karena iman saja, kita diselamatkan. Bahwa iman menjad
syarat keselamatan (Ibr 11:6) adalah benar, namun bukan iman saja.
Maria dan Para Kudus
Perbedaan lain yang menonjol adalah konsep mediasi, Gereja
Katolik mempercayai bahwa semua orang dipanggil untuk menjadi rekan sekerja
Kristus. (lih. 1Kor 3:9) Kalau kita semua dipanggil menjadi teman sekerja
Kristus, apalagi Maria Bunda Allah, dan para kudus. Bunda Maria dan para kudus
adalah mereka yang sungguh telah bekerja sama dengan rahmat Allah, sehingga
mereka dapat berpartisipasi dalam karya keselamatan Allah. Gereja Katolik
melihat bahwa kematian tidaklah memisahkan orang-orang yang telah dibenarkan
oleh Allah dengan umat Allah di dunia ini (lih. Rom 8:38-39). Sedangkan
gereja-gereja non-Katolik memandang bahwa orang-orang yang telah meninggal sama
sekali terpisah dari umat Allah yang masih mengembara di dunia ini.
Sumber: Majalah Catholic Life (vol. 50 – Tahun V - 2014)
Komentar
Posting Komentar